Jumat, 13 Agustus 2010

Shijiemei



       “shijiemei” adalah nama dari sejenis burung. Saat itu anak perempuan saya masih TK, pada suatu hari minggu, saya berkata padanya: “ ayo jalan, ayah akan membawamu jalan jalan ke pasar burung.” Masuk ke pasar burung langsung melihat (lihat)! Didalam sini benar-benar dunia burung, burung dengan berbagai macam jenis ada (disini). Anak perempuanku menunjuk pada sepasang burung yang warna putih yang diselingi warna abu-abu yang ada di dalam sangkar burung, berkata kepada saya: “ ayah, burung jenis ini sangat cantik, saya menginginkannya.” saya bertanya kepada orang tua yang menjual burung: “ kakek, ini burung apa?”.”ini namanya'shijiemei', satu pasangnya 10 kuai, belilah untuk mainan anak dirumah.”
      Waktu berjalan sangat cepat. Sekarang anak perempuanku sudah kelas 3 SD, sepasang burung “shijiemei” juga masih hidup. Suatu hari, anak perempuanku membuka-buka buku mengarang, berdiri didepan saya dan membacanya: “'shijiemei' adalah burung kecil yang sangat lucu, kepalanya bulat, mulutnya (paruhnya) tajam dan rucing, matanya terang (bersinar), dipadukan dengan ekor yang panjang, sangat mirip seperti memakai tailcoat (jas ekor walet). Selama tiga tahun lebih saya bersama 'shijiemei', kami telah menjadi teman baik, dia membuat saya mengerti dengan jenis orang yang mencinta berbagai macam hewan........” Diakhir karangan, guru memberi nilai 5 dengan bolpoin merah, juga menuliskan sebuah kalimat: “ jika dari kecil memperlakukan dunia dengan cinta, maka akan ada kehidupan yang indah.” Setelah itu, anak perempuanku setiap hari menambahkan makanan dan minuman kepada 'shijiemei', bahkan burung gereja yang ada di balkon tidak dapat menggangu mereka (shijiemei).
       “Shijiemei” tidak hanya disukai anak-anak, orang dewasa juga suka. Ketika pada awal musim dingin, matahari senja yang kemerahan, saya tidak sengaja melihat istri saya sedang berdiri sambil menghayal di balkon di depan “shijiemei”, menunggu saya menghapirinya, hati saya bergetar denga cepat. Ditengah udara yang dingin, “shijiemei” yang ada di dalam sangkar merapatkan kepalanya dan menempelkan sayapnya dengan rapat dengan saling bersandar, bulu-bulu yang ada ditubuhnya (seperti) dicelup merah terang, kadang-kadang, dari mulutnya keluar bunyi pelan berbisik, seperti sedang berbisik. Kebetulan, pot bunga yang ada tidak tahu punya siapa jatuh ditiup angin kencang, 'guang' bunyinya, takut (sekali) sampai sampai shijiemei yang ada di dalam sangkar berterbangan dan bertabrakan, tapi tidak berapa lama kemudian, mereka kembali tenang, menutup mata dengan saling bergantung dan bersandar manja, badanya bersandar dengan lebih dekat, terlihat seperti “burung dengan sepasang kepala”. Melihat kasih sayang pada “shijiemei”, saya dan istri saya enggan untuk pergi. Burung saja seperti itu, apalagi manusia. Saling mendampingi dan saling menjaga menjaga sampai itu merupakan suatu kebahagiaan dalam hidup.
        Suatu kali, setelah selesai membersihkan “ruangan” (kandang) mereka, saya lupa menutup pintu sangkarnya, saya melihat “shijiemei” sedang terbang semakin lama (terbangnya) semakin jauh, saya berkata dalam hati, “shijiemei” sudah terbang, tidak akan kembali lagi. Tapi, tidak disangka, sebelum malam, saya mendengar kembali suara “shijiemei”, mungkin main sampai kehausan, kelaparan dan samapi malam, “shijiemei” kembali dengan sadar ke “rumahnya” yang ada di balkon, selanjutnya berada disana seperti biasa sampai pagi. Lalu saya sengaja sering membuka pintu sangkar “shijiemei” agar dia bebas, tapi saya khawatir, setelah cukup bermain mereka pasti kembali. Rumah tercinta mereka membuat saya merasa mereka semakin lucu. Dua hari lalu saya terkejut menemukan ada dua lebih “shijiemei”---- satu rumah empat penghuni.

Senin, 09 Agustus 2010

Subuh di Taman


       Saya sudah empat tahun lebih tinggal di Beijing. Pada dasarnya sekarang saya merasa tidak seperti orang asing disini, sama seperti dirumah sendiri. Saya merasa, (tempat) yang menyenangkan di Beijing saya sudah pernah kunjungi, (tempat) yang indah-indah saya pernah lihat, (makanan) yang enak-enak juga sudah pernah saya coba. Tapi saya bagaimanapun juga tidak menyangka, subuh di taman Beijing dapat meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya.
     Pada suatu subuh di hari Sabtu, saya masih belum terbangun, teman sekamar saya langsung membangunkan saya,dia berkata: “bangun, hari ini kita berdua berjalan-jalan ke taman Beijing.” Kami berdua naik sepeda sampai ke jalanan. Angin sepoi-sepoi yang dingin, udara yang segar , ketika itulah saya baru sepenuhnya tersadar. Orang yang ada di jalanan masih sedikit, tapi banyak warung (rumah makan kecil) yang telah mulai membuka tempatnya. Kami mendatangi sebuah warung , pelayan wanita berkata: “selamat datang, selamat datang, mau makan apa?” Kami memesan bakpaodan juga dua mangkuk bubur. Ketika makan, kami mendengar gadis berkata denagn orang lain: “ kamu lihat, mereka orang asing juga bangun sangat pagi.
       Sampai di taman, memasuki pintu gerbang yang besar , disana terlihat banyak orang. Masih pukul 07.30 kurang, bagaimana ada banyak orang yang datang ke taman untuk bermain? Saya berjalan di sepanjang jalan kecil, sampailah disebuah hutan kecil. Banyak orang yang memakai baju olah raga sedang berlatih kongfu. Seorang diantara mereka tampaknya adalah gurunya, sedang memperagakan berbagai macam gaya/jurus kungfu kepada para pemuda. Orang ini kira kira berusia 70 tahun lebih, tapi gerakannya sangat elegan dan lincah. Hal ini sangat luar biasa.
    Berjalan lagi kedepan, terdapat sebuah lapangan rumput luas di tengah pepohonan (hutan). Disana ada banyak sangkar burung, rerumputan, cabang-cabang pohon dan bangku. Ada sangkar burung yang diatasnya ditutupi penutub yang berwarna hijau tua, dan hitam, tidak tampak sedikipun di dalamnya berisi apa. Saya tidak mengerti kenapa seperti ini. Saat itu, ada juga orang tua yang sedang berjalan membawa sebuah sangakr burung yang ditutupi kain penutu berwarna hitam . Saya ingin bertanya kepadanya, tapi saya kawatir orang ytua itu tidak senang. Siapa yang tau, orang tua itu mendapati ketertariakan saya pada sangkar burungnya, lalu menyapa saya: “halo!” Saya sangat senang dengan sapaan orang itu, lalu saya mengajukan pertanyaan padanya. Orang tua itu menjelaskan: “ ada penutup di atas sangkar burung sebab burung takut dengan orang asing. Orang tua itu berkata, dia setiap hari berjalan jalan ke tempat yang tenang sambil membawa burungnya, demi aktivitas si burung. Setelah selesai berbicara, dia menurunkan penutup yang ada diatas sangkar burungnya meminta saya untuk melihanya. Melihat cahaya matahari burungnya segera mulai “bernyanyi”, dia (burung) menyanyinya dengan merdu. Saat itu wajah orang tua itu nampak tertawa dengan bangga.
     Kami lalu meneruskan perjalanan, tampak sebuah papan pengumuman, tertulis tiga karakter “ pojok bahasa Inggris” . Terlihat didalamnya ada banyak orang, ada yang memegang sambil membaca dengan keras, ada yang sedang bercakap-cakap menggunakan bahasa inggris, ada juga orang yang sedang mengajar sesuatu. Bagian terbesar dari mereka adalah orang muda, saya terka mereka mungkin mahasiswa atau murid sekolah menengah. Diantara mereka juga ada beberapa orang yang tampaknya telah berusia 30-40tahunan,mengapa mereka belajar bahasa asing disini?Ketika sedang berpikir, ada seorang wanita berusia 30tahunan lebih bertanya kepada saya bisakah saya menjelaskan sebuah kalian dalam bahasa inggris. Saya sangat senang, saya dengan menggunakan bahasa mandarin yang tidak lancar menjelaskan kepadanya. Dia berkata: “ terimakasih, saya mengerti.” Saya bertanya kepadanya mengapa belajar bahasa asing. Dia memberitahu saya, dia bekerja di sebuah bank, sering ada pelajar/mahasiswa asing yang datang. Demi bekerja dengan baik, membuat seorang pelanggan puas, oleh karena itu dia belajar sedikit bahasa Inggris.
Meninggalkan “pojok bahasa Inggris”, saya berjalan ketepian danau kecil. Disana ada beberapa orang yang sedang memencing, mereka sangat serius, sepertinya mereka tidak berhubungan dengan orang lain disekelilingnya (cuek dengan sekelilingnya). Apakah disini ada ikannya? Lihat tas yang untuk ikan mereka, tampaknya tidak ada ikannya, ini apa maksudnya? Ketika saya akan pergi meninggalkan tempat itu, lalu saya melihat ada seseorang berdiri, mengangkat pancingnya, tertanggap seekor ikan. Ikan ini tidak terlalu kecil, benar “siapa yang bekerja keras pasti dapat hasil yang bagus”
      Kami telah berjalan-jalan di taman selama dua jam lebih, subuh hari yang saya temukan di taman Beijing adalah memikat orang, sangat indah.

Jumat, 06 Agustus 2010

Kesan dalam Belajar Bahasa Mandarin

Tidak terasa sudah dua tahun lebih saya belajar bahasa mandarin di Universitas Bahasa dan Budaya Beijing. Dalam waktu dua tahun lebih ini, tingkat bahasa Mandarin saya terus meningkat, kesenangan dalam belajar bahasa mandarin juga semakin lama semakin besar. Saya tidak hanya memaruh perhatian pada peningkatan pengetahuan tentang bahasa mandarin yang baru, tapi dengan menjadikan bahasa mandarin sebagaia alat untuk memahami masyarakat, budaya, sejarah dan sastra Cina.
Saya merasa, bahasa seperti sebuah lemari yang besar yang mempunyai banyak laci, lalu pengetahuan yang telah dipelajari dimasukan dan diletakan dengan pas di dalam laci yang sesuai, ketika akan digunakan, kita dapat dengan cepat mengingat pengetahuan apa dan letaknya dilaci mana, lalu dari situ dikeluarkanlah pengetahuan yang dibutuhkan. Didalamnya ada suatu masalah “kecepatan reaksi”, itu dapat mempertimbangkan tinggi rendahnya tingkat bahasa mandarin seseorang. Ambilah saya sebagai contoh, walaupun tingkat bahasa mandarin saya masih belum tinggi, tapi saya mempunyai dasar dalam berpikir tetang suatu masalah menggunakan bahasa mandarin, dapat dikatakan, ketika saya berpikir tentang suatu masalah, saya tidak perlu menterjemahkannya kedalam bahas ibu (bahasa sehari-hari), lalu menterjemahkannya kembali ke dalam bahasa mandarin. Kalau seperti itu, saya berarti hanya memahami bagian pendahulaun (awal) pada karangan dalam bahasa mandarin. Saya berpikir seiring meningkatnya kemampuan bahasa mandarin, saya di masa yang akan datang dapat menggunakan pengetahuan bahasa mandarin yang dimiliki untuk membaca dan menghargai produk sastra Cina.
Saya menyukai sastra. Saya beranggapan bahasa yang dihasilkan dalam sastra semuanya adalah intisari dari bahasa, dia (sastra) dapat memberikan kenikmatan pada manusia. Membaca suatu karya yang asli (original), pembaca dapat lebih baik dalam memahami, merasakan dan memikirkan yang dialami penulis, sedangkan membaca hasil terjemahan jauh berbeda. Saya teringat ketika dahulu membaca puisi kuno Cina yang diterjemahkan dalam bahasa inggris, saya sering tidak mengerti kalimat dalam puisi ini berbicara apa. Tapi sekarang ketika saya membaca lagi beberapa karya puisi yang original (asli), saya tidak hanya dapat memahami maksudnya, bahkan merasakan puisi-puisi itu ditulis dengan begitu indah, begitu bagus. Jadi membaca karya original kegemaran yang paling disukai yang membawa saya dalam belajar bahasa mandarin.
Hasil yang saya peroleh dari belajat bahasa mandarin tidak hanya itu. Saya sampai sekarang masih belajar di Beijing, saya telah membaca beberapa buku yang berhubungan dengan Beijing, buku-buku tentang sejarah Beijing, adat budaya masyarakat Beijing, tiap-tiap Hutong (gang-gang kecil khas Beijing), tiap tiap rumah tradisional (siheyuan) ini yang membuat saya semakin tertarik, muncul pula persaan yang mendalam terhadap Beijing.
Baru baru ini saya membeli sebuah lukisan pemandangan Beijing, saya tertarik dengan gambaran/foto yang didalamnya mengambarkan refleksi wajah kota dan kehidupan di Beijing. Setiap akhir pekan, saya membawa kamera, menaiki sepeda sampai ke jalan jalan dan gang-gang di Beijing untuk berjalan jalan dan melihat lihat. Saya mengambil banyak foto, mengenal banyak teman Cina, dan juga memahami banyak keadaan dan adat masyarakat. Yang paling saya sukai adalah Hutong (gang kecil yang khas di Beijing) dan Siheyuan (rumah tradisonal) di Beijing. Setiap Hutong menorehkan perubahan dalam sejarah, setiap Siheyuan mencerminkan budaya tradisi dan adat masyarakat Cina, itu semua (hutong dan seheyuan) mempunyai kisahnya tersendiri. Perkembangan Hutong dan Siheyuan di Beijing mencerminkan perubahan perjalanan yang dilalui dalam perkembangan masyarakat Beijing, pemerintah, ekonomi dan budaya. Saya kagum dengan hutong dan siheyuan.
Kehidupan belajar saya di Beijing selama dua tahun sangat kaya (beragam). Belajar bahasa mandarin membukakan pintu yang besar bagi saya untuk memahami masyarakat, sejarah dan budaya Cina. Saya masih berencana untuk pergi melihat-lihat ke kota yang bersejarah, berbudaya dan terkenal lainnya di Cina, supaya dapat lebih memahami Cina.

Rabu, 04 Agustus 2010

ikan dan tetangga


     Orang yang tinggal di gedung bertingkat (apartement) umumnya jarang berkomunikasi. Di lantai satu apartemen yang saya tinggali ini hanya ada dua keluarga, hampir satu tahun yang lalu mereka pindah, selain kadang-kadang bertemu di tangga gedung dan saling menganngukan kepala dan menyapa (namanya), tidak adakomunikasi apapun selain itu.
      Pada suatu hari, saya memancing dan membawa pulang ikannya, meletakan (merawat) ikannya dalam bak, saya sangat senang. Sebenarnya saya ingin menjadikan ikan-ikan ini sebagai hewan peliharaan selama beberapa hari, tapi tidak disangka sangka, setelah selesai makan malam istri saya berkata kepada saya, ada bau yang aneh di dalam rumah, saya bertanya: “bau apa?” “amis dan menjijikan” begitu kata istri saya, saya juga merasakanya, bau ini keluar dari tubuh ikan. Istriku menemukan ikan yang ada di dalam bak, “ kamu lihat, ikan ini sangat menjijikan”. Saya berjalan menghampirinya untuk melihat, yang terlihat dalam air hanya beberapa benda yang mengapung apung yang berwarna kuning tapi bukan kuning, putih tapi bukan putih. tercium dari dalam air baunya, sangat bau. Akirnya saya baru teringat, saat memencing, saya mendengar orang yang memelihara ikan berkata, ikan jenis ini khusus makan makanan yang mengeluaran bau, ikan ini memeng benar-benar, makan apapaun barang-barang yang jelek (bau), pasti makan barang-barang yang bau, bakan setelah makan lalu dimuntahkan, membuat semua tempat bau.
      “cepat keluarkan mereka”
      “hari sudah begini gelap (sudah larut malam) mau ditaruh dimana?”
      (aku) harus pikirkan suatu cara. Dapat: letakan ikannya didepan pintu. Saya mencari sebuah ember, didalamnya dimasukan air, lalu satu persatu ikanya ditangkap dan dimasukan kedalamnya. Saya mengangkat ember dan meletakannya di depan pintu, dan juga menutupinya dengan papan.
      Keesokan harinya pada pagi hari, saya membuka pintu, hanya terlihat papan penutup yang jatuh kelantai, dan tidaka ada seekorpun ikan yang ada didalam ember. Saya menebak, kucing siapa yang mencium bau ikan (aneh/amis),dan memengambilnya (menggondolnya). Tapi, setelaha di pikir-pikir, kepala ikan lebih besar (dari mulut kucing), apakah kucing mampu menggigitnya? Bagaimanapun Sangat tidak masuk akal. Baru saja duduk, telepon berbunyi, saya mengangkatnya, itu istri saya,” kamu kemarin malam meletakan ikannya dimana?” ” Dimasukan ke dalam ember dan diletakan di depan pintu.” “ wow, bagus”, selesai berbicara, telepon diletakan lagi.
      Setelah bekeja dan pulang kerumah, (saya) melihat istri sedang berbicara dengan seorang laki-laki. Dia berkata kepada orang itu ketika melihat saya, “ orang ini yang memenacing ikannya---(saya bengong).” orang itu membalikan badannyasebenarnya dia adalah tetangga depan rumah, setelah berbasa-basi, dia menceritakan suatu masalah yang terjadi kemaren malam:
      “ketika kira-kira pukul 1, saya mendengar ada orang mengetuk pintu,tapi suaranya sangat aneh, sangat pelan, iramanya juga kacau. Saya mendengarkannya sejenak, memang ada orang yang mengetuk pintu, lalu saya bangun. (saya) membuka pintu, dipintu justru tidak ada seorangpun. Tapi, (setelah) kembali ke kamar dan tidur, suara itu kembali terdengar, saya sedikit takut, (saya) curiga (itu) adalah pencuri, lalu membangunkan istri saya. kami berdua memegang senjata dan berdiri di belakang pintu. “dong” “dong” suaranya. Saya membuka pintunya dengan sekuat tenaga, masih saja tidak ada orang. Saya ingin ke luar untuk memeriksanya (melihat agar mengerti), kaki baru saja melangkah ke tanah, menginjak sebuah benda yang lembek , (saya) menunduk dan melihat seekor ikan. istri saya melihat itu dan tertawa: “ ini adalah ikan yang jatuh dari langit! Saya adalah seorang yang suka makan ikan.” tapi tidak peduli apaun yang dikatakan, ikan ini sebenarnya bukan jatuh dari langit. Jadi, pagi hari hari ini saya bertanya kepada keluarga kamu apakah kehilangan ikan?
      (ketika) dia berbicara sampai disitu, saya langsung mengerti, sebenarntya ini adalah jenis ikan yang unik, keunikannya yaitu setelah ikan keluar dari air, dapat bergerak kedepan di tanah saat bernapas. Ikan ini keluar dari ember (dan lari ke luar), setelah jatuh ketanah, bergerak gerak sampai ke depan pintu, sampai menghasilkan suara yang seperti ketukan pintu dengan menubrukkan kepalanya.
      Ceita nya belum masih berakhir, tetangga dari gedung satu, dua dan tiga juga berlarian datang. “Ikan yang kami ambil adalah milik kalian” “sangat tidak enak hati (sangat merepotkan), terima kasih” istri berkata pada semua orang: semuanya jika mengahargai keluarga saya, datanglah kerumah saya untuk makan ikan!”
       Sejak saat itu, komunikasi diantara tetangga semakin sering (menjadi akrab), khususnya keluarga saya dan keluarga Tuan Wang, (dia ) juga membeli perlatan memancing, pergi memancing bersama saya.

Selasa, 03 Agustus 2010

Kasih sayang yang abadi

      (kita) sering mendengar orang lain berbicara, anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, sedangkan anak perempuan justru dekat dengan ayah. Terhadap(mengenai) perkataan ini, pemahaman saya tidak mendalam sampai sekarang.
     Sejak saya kecil (sejak saya dapat mulai mengerti dan mengingat suatu kejadian), rasa cinta antara ayah dan ibu sampai sampai saat itu sudah tidak ada. Saya dibesarkan oleh nenek (dari pihak ibu), saya sering melihat nenek cemas dan gelisah terhadap hubungan ayah dan ibu, tidak dapat dihindarkan lagi muncul suatu perasaan permusuhan kepada ayah, ditambah lagi ayah sering bepergian untuk urusan bisnis, saya merasa asing terhadap ayah.ketika saya SMP, akhirnya ayah dan ibu bercerai.
      (saya) teringat ayah pernah secara khusus datang untuk mencari(menemui) saya setelah ia bercerai dengan ibu,kami makan bersama-sama. Dalam ingatan saya, saat itu adalah pertama kalinya saya dan ayah makan berdua . Ayah memesan banyak masakan, tapi ayah justru makannya sedikit, dia tidak henti-hentinya mengambilkan saya makanan dengan sumpit. Dia memberitahu saya, kelak bagaimanaupun juga, dia tetap tidak akan punya anak lagi, seumur hidupnya (selamanya) hanya punya satu anak perempuan. Saat itu, saya bingung mendengarnya, bahkan saya tidak sakit hati karena ayah akan segera pergi.
     Ayah kemudian pergi ke luar negeri, dan menikah lagi. Saya beberapa kali setiap bulannya menerima surat darinya, menanyakan sekolah saya dan keadaan saya. Setiap tahun baru tiba, saya juga menerima kartu ucapan dan uang yang ia kirimkan, tapi saya justru sangat sedikit membalas suratnya, tidak jelas apa alasannya. Mungkin saya sangat sayang dengan nenek, oleh karena itu dengan polosnya menganggap, saya akan menghianati nenek kalau saya baik terhadap ayah, mungkin karena waktu kebersamaan saya dan ayah terlalu pendek, kenangan padanya sedikit kabur, kurang kasih sayang.
     Sampai beberapa hari yang lalu, saya menulis surat pada ayah untuk memberitahu kabar pernikahan saya. Dengan cepat saya menerima telefon darinya, sulit dibayangkan, suara orang tua yang ada di ada di telefon adalah ayah yang sudah lama tidak dijumpai. Dia berkata, gigi depannya baru saja lepas,tidak punya waktu untuk memasangnya, sehingga suaranya terdengar sedikit bergumaam. Dia menangis dalam telefon, , dia berkata karena terlalu senang,anak perempuannya akhirnya telah dewasa, dia tak henti-hentinya bertanya padaku, apakah calon suamiku baik terdadapku, dan dia berkata baru-baru ini bermimpi bertemu denganku beberapa kali. setelah bercakap-cakap, suaraku terisak-isak, suatu perasaan terharu yang jarang ada muncul. Saya berkata padanya, pacar saya sangat baik pada saya, kami semua merindukannya.
      (Setelah) menutup telefon, saya sangat sedih. Saya tidak tahu, apakah harus menunggu sampai dewasa, punya keluarga baru mengerti, sebenarnya perasaan diantara ayah dan ibu tidak bisa mempengaruhi rasa cinta mereka kepada anaknya. Suatu persaan yang seperti darah yang lebih pekat dari air, selamanya tidak akan pernah terhapus. Saya selamanya adalah anak perempuannya. Tiba tiba saya merasa menyesal karena kedinganan/ apatisan yang yang dulu kepada ayah. Beberapa tahun ini, saya tidak pernah melakukan kewajiaban sebagai seorang anak perempuan, sedangkan saya justru adalah orang yang paling dia sayangi di dunia.
      Saya mengambil telefon dan menelefonnya, memberitahunya tahun baru ini saya pasti akan pergi untuk menjenguk (melihat)nya.